PERENCANAAN STRUKTUR
GEDUNG BETON BERTULANG
EKO PRAYOGI
12315158
UNIVERSITAS GUNADARMA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Indonesia terletak di daerah rawan gempa, untuk mengurangi
resiko akibat bencana gempa tersebut perlu direncanakan struktur bangunan tahan
gempa. Berdasarkan SNI 1726 tahun 2002, kota Yogyakarta telah diklasifikasikan
kedalam daerah yang telah memiliki resiko gempa sedang yang memiliki percepatan
gempa 0.15 gravitasi (0.15 g).
Perencanaan tahan gempa pada umumnya
didasarkan pada analisa elastik yang diberi faktor beban untuk simulasi kondisi
ultimit (batas). Kenyataannya, perilaku runtuh struktur bangunan pada saat
gempa adalah pada saat kondisi inelastis. Dengan merencanakan suatu struktur
dengan beban gempa, banyak aspek yang mempengaruhinya diantaranya adalah
periode bangunan. Periode bangunan itu sangat dipengaruhi oleh massa struktur
serta kekakuan struktur tersebut. Kekakuan struktur sendiri dipengaruhi oleh
kondisi struktur, bahan yang digunakan serta dimensi struktur yang digunakan.
Evaluasi untuk memperkirakan kondisi inelastik struktur bangunan pada saat
gempa perlu untuk mendapatkan jaminan bahwa kinerjanya memuaskan pada saat
terjadinya gempa. Bila terjadi gempa ringan, bangunan tidak boleh mengalami
kerusakan baik pada komponen non struktural maupun pada komponen strukturalnya.
Bila terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non
strukturalnya, akan tetapi komponen strukturalnya tidak boleh mengalami
kerusakan. Bila terjadi gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan pada
komponen non struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi penghuni
bangunan dapat menyelamatkan diri.
Filosofi dasar dari perencanaan
bangunan tahan gempa adalah terdapatnya. Komponen struktur yang diperbolehkan
untuk mengalami kelelehan. Komponen struktur yang leleh tersebut merupakan
komponen yang menyerap energi gempa selama bencana gempa terjadi. Agar memenuhi
konsep perencanaan struktur bangunan tahan gempa tersebut, maka pada saat gempa
kelelehan yang terjadi hanya pada balok. Oleh karena itu kolom dan sambungan
harus dirancang sedemikian rupa agar kedua komponen struktur tidak mengalami
kelelehan ketika gempa terjadi.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas maka dapat diambil
rumusan masalah, yaitu :
a. Berapa dimensi balok dan kolom yang mampu
menahan beban gempa rencana
yang bekerja dan formasi penulangan
pada elemen struktur balok dan kolom?
b. Bagaimanakah gambar detail penulangan balok
dan kolom dari hasil
perencanaan?
1.3
Tujuan Kajian
a. Merencanakan komponen struktur gedung
beton bertulang tahan gempa
berdasarkan peraturan SNI
03-2847-2002.
b. Menghasilkan kesimpulan yang dapat
membantu pengguna dalam hal
mendesain struktur bangunan.
BAB
II
DASAR
TEORI
2.1
Pendahuluan
Filosofi
dasar dari perencanaan bangunan tahan gempa adalah terdapatnya. Komponen
struktur yang diperbolehkan untuk mengalami kelelehan. Komponen struktur yang
leleh tersebut merupakan komponen yang menyerap energi gempa selama bencana
gempa terjadi. Agar memenuhi konsep perencanaan struktur bangunan tahan gempa
tersebut, maka pada saat gempa kelelehan yang terjadi hanya pada balok. Oleh
karena itu kolom dan sambungan harus dirancang sedemikian rupa agar kedua
komponen struktur tidak mengalami kelelehan ketika gempa terjadi.
2.2
Beton Bertulang
Beton
adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat
lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan
air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif
ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti
kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas dan waktu pengerasan. (Mc
Cormac, 2004:1).
Beton
didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu,
batu pecah, atau bahan semacam lainnya dengan menambahkan secukupnya bahan
perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia
selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung (Dipohusodo,
1999:1).
Beton
bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan: beton polos
yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tarik yang rendah
dan batang-batang baja yang ditanamkan didalam beton dapat memberikan kekuatan
tarik yang diperlukan. (Wang, 1993:1)
Beton
tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak.
Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur,
perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama akan
mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul didalam sistem (Dipohusodo,
1999:12).
Menurut
Mc Cormac (2004), ada banyak kelebihan dari beton sebagai struktur bangunan
diantaranya adalah:
1.
Beton memiliki kuat tekan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan bahan lain;
2.
Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air, bahkan merupakan
bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak bersentuhan
dengan air. Pada
peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata, batang batang struktur denganketebalan
penutup beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan
pada permukaanya saja tanpa mengalami keruntuhan;
3. Beton bertulang
tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi;
4. Beton biasanya
merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk pondasi telapak, dinding
basement, dan tiang tumpuan jembatan;
5. Salah satu ciri khas
beton adalah kemampuanya untuk dicetak menjadi bentuk yang beragam, mulai dari
pelat, balok, kolom yang sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar;
6. Di bagian besar
daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah (pasir, kerikil, dan
air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan tulangan baja, yang
mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.
Lebih
lanjut, Mc Cormac (2004), juga menyatakan kekurangan dari penggunaan beton
sebagai suatu bahan struktur yaitu:
1. Beton memiliki kuat
tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan penggunaan tulangan tarik;
2. Beton bertulang
memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap ditempatnya sampai beton
tersebut mengeras;
3. Rendahnya kekuatan
per satuan berat dari beton mengakibatkan beton bertulang menjadi berat. Ini
akan sangat berpengaruh pada struktur bentang panjang dimana berat beban mati
beton yang besar akan sangat mempengaruhi momen lentur;
4. Rendahnya kekuatan
per satuan volume mengakibatkan beton akan berukuran relatif besar, hal penting
yang harus dipertimbangkan untuk bangunanbangunan tinggi dan struktur-struktur
berbentang panjang;
5. Sifat-sifat beton
sangat bervariasi karena bervariasinya proporsi campuran dan pengadukannya.
Selain itu, penuangan dan perawatan beton tidak bisa ditangani seteliti seperti
yang dilakukan pada proses produksi material lain seperti baja dan kayu lapis. Dalam
perencanaan struktur beton bertulang, beton diasumsikan tidak memiliki kekuatan
tarik sehingga diperlukan material lain untuk menanggung gaya tarik yang
bekerja. Material yang digunakan umumnya berupa batang-batang baja yang disebut
tulangan.
Untuk
meningkatkan kekuatan lekat antara tulangan dengan beton di sekelilingnya telah
dikembangkan jenis tulangan uliran pada permukaan tulangan, yang selanjutnya
disebut sebagai baja tulangan deform atau ulir.
Mengacu
SII 0136-80, Dipohusodo menyebutkan pengelompokan baja tulangan untuk beton
bertulang sebagaimana ditunjukan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Jenis dan
kelas baja tulangan menurut SII 0136-80
2.3
Ketentuan Perencanaan Pembebanan
Perencanaan pembebanan
ini digunakan beberapa acuan standar sebagai berikut:
1) Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-28472002);
2) Standar Perencanaan
Ketahan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI 1726-2002);
3) Pedoman Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1987); 2.3.1
2.3.1 Pembebanan
Berdasarkan
peraturan-peraturan diatas, struktur sebuah gedung harus direncanakan kekuatannya terhadap bebab-beban
berikut:
1.
Beban Mati (Dead Load), dinyatakan dengan lambang DL;
2.
Beban Hidup (Live Load), dinyatakan
dengan lambang LL;
3.
Beban Gempa (Earthquake Load), dinyatakan dengan lambang E;
4.
Beban Angin (Wind Load), dinyatakan dengan lambang W.
2.3.2 Deskripsi Pembebanan
Beban-beban
yang bekerja pada struktur bangunan ini adalah sebagai berikut:
2.3.2.1 Beban Mati (DL)
Beban
mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan berat
sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi structural menahan beban.
Beban dari berat sendiri elemen-elemen tersebut diantaranya sebagai berikut:
Beton =
2400 kg/m3
Tegel (24 kg/m2) +
Spesi (21 kg/m2) = 45 kg/m3
Plumbing =
10 kg/m3
Plafond +
Penggantung = 18 kg/m3
Dinding ½ bata =
250 kg/m2
Beban tersebut harus
disesuikan dengan volume elemen struktur yang akan digunakan. Karena analisis
dilakukan dengan program SAP2000, maka berat sendiri akan dihitung secara
langsung.
2.3.2.2 Beban Hidup (LL)
Beban
hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan. Beban hidup
selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan beban hidup
masa layan lebih besar daripada beban hidup pada masa konstruksi. Beban hidup
yang direncakan adalah sebagai berikut:
a) Beban Hidup pada Lantai Gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada
standar pedoman pembebanan yang ada, yaitu sebesar 250 kg/m2.
b) Beban Hidup pada Atap Gedung Beban
hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan yang ada, yaitu
sebesar 100 kg/m2.
2.3.2.3 Beban Gempa (E)
Beban
gempa adalah beban yang timbul akibat percepatan getaran tanah pada saat gempa
terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunantahan gempa, perlu diiketahui
percepatan yang terjadi pada batuan dasar. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, wilayah Indonesia dapat dibagi ke dalam 6 wilayah zona gempa.Analisis
yang digunakan dalam perencanaan gempa ini adalah metode analisis Statik
Ekivalen yang bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah
akibat gempa tersebut.Berdasarkan SNI 1726-2002, beban geser dasar nominal
statik ekivalen (V) yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung berdasarkan
persamaan:
2.4
Balok
1) Kuat lentur positif
komponen struktur lentur pada muka kolom tidak boleh lebih kecil dari sepertiga
kuat lentur negatifnya pada muka tersebut. Baik kuat lentur negatif maupun kuat
lentur positif pada setiap irisan penampang disepanjang bentang tidak boleh
kurang dari seperlima kuat lentur yang terbesar yang disediakan pada kedua muka-muka
kolom di kedua ujung komponen struktur tersebut.
2) Pada kedua ujung
komponen struktur lentur tersebut harus dipasang sengkang sepanjang jarak dua
kali tinggi komponen struktur diukur dari muka perletakan kearah tengah
bentang. Sengkang pertama harus dipasang pada jarak tidak lebih daripada 50 mm
dari muka perletakan. Spasi maksimum sengkang tidak boleh melebihi:
a. d/4;
b. Delapan kali
diameter tulangan longitudinal terkecil;
c. 24 kali diameter
sengkang;
d. 300 mm
3) Sengkang harus
dipasang di sepanjang bentang balok dengan spasi tidak melebihi d/2.
2.5
Kolom
1) Spasi maksimum
sengkang ikat yang dipasang pada rentang I0 dari muka hubungan balok-kolom
adalah s0. Spasi s0 tersebut tidak boleh melebihi:
a. Delapan kali
diameter sengkang ikat,
b. 24 kali diameter
sengkang ikat,
c. Setengah dimensi
penampang terkecil komponen struktur,
d. 300 mm.
Panjang I0 tidak boleh
kurang daripada nilai terbesar berikut ini:
a. Seperenam tinggi
bersih kolom,
b. Dimensi terbesar
penampang kolom,
c. 500 mm. 2) Sengkang
ikat pertama harus dipasang pada jarak tidak lebih daripada 0,5s0
dari muka hubungan
balok-kolom.
3) Tulangan hubungan
balok-kolom harus memenuhi: Pada sambungan-sambungan elemen portal ke kolom
harus disediakan tulangan lateral dengan luas tidak kurang daripada yang
diisyaratkan dalam persamaan :
4) Spasi sengkang ikat
pada sembarang penampang kolom tidak boleh melebihi
2.s0.
BAB
III
Analisis
Data
3.1 Analisis data
Analisis
data untuk beban gempa statik
ekivalen yaitu dengan meninjau beban-beban gempa statik ekuivelen, sehubungan
dengan sifat struktur gedung beraturan yang praktis berperilaku sebagai struktur
3 dimensi, sehingga renspons dinamiknya praktis hanya ditentukan oleh respons
ragamnya yang pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa statik ekuivalen. Faktor pembebanan
yang digunakan yaitu :
desain tulangan
dikerjakan dengan cara perhitungan manual. Adapun analisis data perencanaan
struktur beton bertulang tahan gempa untuk sistem stuktur portal dapat dilihat
pada bagan alir berikut ini:
3.2 Preliminari Struktur
Komponen
Struktur yang terdapat pada bangunan ini meliputi balok, kolom dan plat akan
direncanakan terlebih dahulu dimensi awal dari komponen struktur bangunan (Pra
Perencanaan).
3.2.1 Material
Material
yang digunakan dalam merencanakan dan membangun struktur bangunan ini adalah
material beton bertulang. Pendefinisian material akan dilakukan pada program
SAP 2000 Ver.7. Material beton bertulang yang digunakan pada struktur bangunan
ini mempunyai mutu f’c 25 Mpa (beton) dan fy 400 Mpa (baja). 4.3.2 Balok dan
Kolom Komponen struktur balok dan kolom dihubungkan dengan sambungan yang kaku
sehingga tempat terjadinya sendi plastis adalah pada kedua ujung balok danpada
ujung bawah kolom lantai dasar. Balok dan kolom dibuat dari beton bertulang. Dengan
dimensi yang akan disesuaikan untuk menahan beban yang diberikan pada bangunan
ini.
3.2.2 Plat
Plat
yang digunakan pada model struktur bangunan ini menggunakan plat beton
bertulang. Plat beton bertulang digunakan sebagai plat untuk plat atap dan plat
lantai dengan ketebalan masing-masing 120 mm.
3.2.3Pondasi
Pemodelan
pondasi dilakukan dengan menganggap bahwa pondasi memberikan kekekangan
translasi dan rotasi yang cukup pada semua arah sumbu bangunan. Berdasarkan
asumsi yang digunakan tersebut pondasi dimodelkan sebagai perletakan jepit pada
lantai dasar bangunan, yaitu pada ujung-ujung bawah kolom lantai dasar.
3.3.4 Beban Gempa
Beban
gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang menirukan pengaruh dari pergerakan tanah akibat gempa itu. Beban
geser nominal statik ekivalen V yang terjadi di tingkat dasar yang dihitung
menurut persamaan berikut :
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.2 Kesimpulan
4.2 Saran
Berdasarkan hasil
pengerjaan tugas akhir ini, saran-saran yang dapat saya berikan untuk
pengembangan lebih lanjut antara lain:
Penggunaan analisis
beban gempa statik ekivalen memberikan keterbatasan dalam desain model yang di
analisis, terutama dalam hal tinggi bangunan. Untuk pengembangan studi lebih
lanjut dapat digunakan analisis dinamik non linier untuk struktur bangunan yang
lebih tinggi;
Perlu untuk meninjau
model struktur yang lain sehingga dapat di analisis beberapa variasi ukuran
gedung baik variasi panjang bentang maupun jumlah tingkat, sehingga dapat
diambil suatu hubungan antara pembebanan, bentang, dan jumlah tingkat terhadap
gaya-gaya rencanadalam kaitannya dengan beban gempa;
Untuk desain yang
ekonomis, desain gedung bertingkat seperti struktur model ini harus dimulai
dengan desain SRPMK atau daktilitas penuh. Namun dalam desain ini perlu untuk
menerapkan push over analysis, sehingga model dan mekanisme keruntuhan jika
terjadi gempa dasar dapat direncanakan, dalam hal mengurangi resiko yang besar.
Sangat penting untuk
memperhitungkan pengaruh gempa pada suatu perencanaan bangunan gedung dan mengaplikasikannya
pada daerah yang rawan gempa tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Standarisasi
Nasional (2002). SNI 03-1726-2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung. Bandung: ICS
Badan Standarisasi
Nasional (2002). SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung. Bandung: ICS
Badan Standarisasi
Nasional (2002). SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk
Bangunan Gedung. Bandung: ICS
Dewobroto, Wiryanto
(2005). Aplikasi Rekayasa Konstruksi Dengan Visual Basic 6.0. Jakarta: Elex
Media Komputindo
NB : mohon maaf menggunakan foto dikarenakan ada beberapa teks kurang rapi.mohon maklum
NB : mohon maaf menggunakan foto dikarenakan ada beberapa teks kurang rapi.mohon maklum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar