Rabu, 08 November 2017

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG



PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG




EKO PRAYOGI
12315158
UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB I
PENDAHULUAN
      1.      Latar Belakang
Indonesia terletak di daerah rawan gempa, untuk mengurangi resiko akibat bencana gempa tersebut perlu direncanakan struktur bangunan tahan gempa. Berdasarkan SNI 1726 tahun 2002, kota Yogyakarta telah diklasifikasikan kedalam daerah yang telah memiliki resiko gempa sedang yang memiliki percepatan gempa 0.15 gravitasi (0.15 g).
            Perencanaan tahan gempa pada umumnya didasarkan pada analisa elastik yang diberi faktor beban untuk simulasi kondisi ultimit (batas). Kenyataannya, perilaku runtuh struktur bangunan pada saat gempa adalah pada saat kondisi inelastis. Dengan merencanakan suatu struktur dengan beban gempa, banyak aspek yang mempengaruhinya diantaranya adalah periode bangunan. Periode bangunan itu sangat dipengaruhi oleh massa struktur serta kekakuan struktur tersebut. Kekakuan struktur sendiri dipengaruhi oleh kondisi struktur, bahan yang digunakan serta dimensi struktur yang digunakan. Evaluasi untuk memperkirakan kondisi inelastik struktur bangunan pada saat gempa perlu untuk mendapatkan jaminan bahwa kinerjanya memuaskan pada saat terjadinya gempa. Bila terjadi gempa ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non struktural maupun pada komponen strukturalnya. Bila terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non strukturalnya, akan tetapi komponen strukturalnya tidak boleh mengalami kerusakan. Bila terjadi gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi penghuni bangunan dapat menyelamatkan diri.
            Filosofi dasar dari perencanaan bangunan tahan gempa adalah terdapatnya. Komponen struktur yang diperbolehkan untuk mengalami kelelehan. Komponen struktur yang leleh tersebut merupakan komponen yang menyerap energi gempa selama bencana gempa terjadi. Agar memenuhi konsep perencanaan struktur bangunan tahan gempa tersebut, maka pada saat gempa kelelehan yang terjadi hanya pada balok. Oleh karena itu kolom dan sambungan harus dirancang sedemikian rupa agar kedua komponen struktur tidak mengalami kelelehan ketika gempa terjadi.  


      1.2      Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas maka dapat diambil
rumusan masalah, yaitu :
a.       Berapa dimensi balok dan kolom yang mampu menahan beban gempa rencana
yang bekerja dan formasi penulangan pada elemen struktur balok dan kolom?
b.       Bagaimanakah gambar detail penulangan balok dan kolom dari hasil
perencanaan? 

      1.3      Tujuan Kajian
a.      Merencanakan komponen struktur gedung beton bertulang tahan gempa
berdasarkan peraturan SNI 03-2847-2002.
b.      Menghasilkan kesimpulan yang dapat membantu pengguna dalam hal
mendesain struktur bangunan.



BAB II

DASAR TEORI
2.1 Pendahuluan
Filosofi dasar dari perencanaan bangunan tahan gempa adalah terdapatnya. Komponen struktur yang diperbolehkan untuk mengalami kelelehan. Komponen struktur yang leleh tersebut merupakan komponen yang menyerap energi gempa selama bencana gempa terjadi. Agar memenuhi konsep perencanaan struktur bangunan tahan gempa tersebut, maka pada saat gempa kelelehan yang terjadi hanya pada balok. Oleh karena itu kolom dan sambungan harus dirancang sedemikian rupa agar kedua komponen struktur tidak mengalami kelelehan ketika gempa terjadi.  

2.2 Beton Bertulang
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas dan waktu pengerasan. (Mc Cormac, 2004:1).
Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung (Dipohusodo, 1999:1). 
Beton bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan: beton polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tarik yang rendah dan batang-batang baja yang ditanamkan didalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. (Wang, 1993:1)
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul didalam sistem (Dipohusodo, 1999:12).
Menurut Mc Cormac (2004), ada banyak kelebihan dari beton sebagai struktur bangunan diantaranya adalah:
1. Beton memiliki kuat tekan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan bahan lain;
2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air, bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak bersentuhan
dengan air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata, batang batang struktur denganketebalan penutup beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya mengalami kerusakan pada permukaanya saja tanpa mengalami keruntuhan;
3. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi;
4. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk pondasi telapak, dinding basement, dan tiang tumpuan jembatan;
5. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuanya untuk dicetak menjadi bentuk yang beragam, mulai dari pelat, balok, kolom yang sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar;
6. Di bagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah (pasir, kerikil, dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.
Lebih lanjut, Mc Cormac (2004), juga menyatakan kekurangan dari penggunaan beton sebagai suatu bahan struktur yaitu:
1. Beton memiliki kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan penggunaan tulangan tarik;
2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap ditempatnya sampai beton tersebut mengeras;
3. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada struktur bentang panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan sangat mempengaruhi momen lentur;
4. Rendahnya kekuatan per satuan volume mengakibatkan beton akan berukuran relatif besar, hal penting yang harus dipertimbangkan untuk bangunanbangunan tinggi dan struktur-struktur berbentang panjang;
5. Sifat-sifat beton sangat bervariasi karena bervariasinya proporsi campuran dan pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan beton tidak bisa ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi material lain seperti baja dan kayu lapis. Dalam perencanaan struktur beton bertulang, beton diasumsikan tidak memiliki kekuatan tarik sehingga diperlukan material lain untuk menanggung gaya tarik yang bekerja. Material yang digunakan umumnya berupa batang-batang baja yang disebut tulangan.
Untuk meningkatkan kekuatan lekat antara tulangan dengan beton di sekelilingnya telah dikembangkan jenis tulangan uliran pada permukaan tulangan, yang selanjutnya disebut sebagai baja tulangan deform atau ulir.
Mengacu SII 0136-80, Dipohusodo menyebutkan pengelompokan baja tulangan untuk beton bertulang sebagaimana ditunjukan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Jenis dan kelas baja tulangan menurut SII 0136-80


2.3 Ketentuan Perencanaan Pembebanan
Perencanaan pembebanan ini digunakan beberapa acuan standar sebagai berikut:
1) Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-28472002);
2) Standar Perencanaan Ketahan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI 1726-2002);
3) Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1987); 2.3.1
2.3.1                Pembebanan
Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, struktur sebuah gedung harus  direncanakan kekuatannya terhadap bebab-beban berikut:
1. Beban Mati (Dead Load), dinyatakan dengan lambang DL;
2. Beban Hidup (Live  Load), dinyatakan dengan lambang LL;
3. Beban Gempa (Earthquake Load), dinyatakan dengan lambang E;
4. Beban Angin (Wind Load), dinyatakan dengan lambang W.
2.3.2                Deskripsi Pembebanan
Beban-beban yang bekerja pada struktur bangunan ini adalah sebagai berikut:
2.3.2.1             Beban Mati (DL)
Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi structural menahan beban. Beban dari berat sendiri elemen-elemen tersebut diantaranya sebagai berikut:
 Beton                                                          = 2400 kg/m3
 Tegel (24 kg/m2) + Spesi (21 kg/m2)          = 45 kg/m3
 Plumbing                                                     = 10 kg/m3
 Plafond + Penggantung                              = 18 kg/m3
 Dinding ½ bata                                           = 250 kg/m2
Beban tersebut harus disesuikan dengan volume elemen struktur yang akan digunakan. Karena analisis dilakukan dengan program SAP2000, maka berat sendiri akan dihitung secara langsung.
2.3.2.2             Beban Hidup (LL)
Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan. Beban hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan beban hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup pada masa konstruksi. Beban hidup yang direncakan adalah sebagai berikut: 
a)      Beban Hidup pada Lantai Gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan yang ada, yaitu sebesar 250 kg/m2.
b)      Beban Hidup pada Atap Gedung Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan yang ada, yaitu sebesar 100 kg/m2.
2.3.2.3             Beban Gempa (E)
Beban gempa adalah beban yang timbul akibat percepatan getaran tanah pada saat gempa terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunantahan gempa, perlu diiketahui percepatan yang terjadi pada batuan dasar. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, wilayah Indonesia dapat dibagi ke dalam 6 wilayah zona gempa.Analisis yang digunakan dalam perencanaan gempa ini adalah metode analisis Statik Ekivalen yang bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut.Berdasarkan SNI 1726-2002, beban geser dasar nominal statik ekivalen (V) yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung berdasarkan persamaan:




2.4       Balok
1) Kuat lentur positif komponen struktur lentur pada muka kolom tidak boleh lebih kecil dari sepertiga kuat lentur negatifnya pada muka tersebut. Baik kuat lentur negatif maupun kuat lentur positif pada setiap irisan penampang disepanjang bentang tidak boleh kurang dari seperlima kuat lentur yang terbesar yang disediakan pada kedua muka-muka kolom di kedua ujung komponen struktur tersebut.
2) Pada kedua ujung komponen struktur lentur tersebut harus dipasang sengkang sepanjang jarak dua kali tinggi komponen struktur diukur dari muka perletakan kearah tengah bentang. Sengkang pertama harus dipasang pada jarak tidak lebih daripada 50 mm dari muka perletakan. Spasi maksimum sengkang tidak boleh melebihi:
a. d/4;
b. Delapan kali diameter tulangan longitudinal terkecil;
c. 24 kali diameter sengkang;
d. 300 mm
3) Sengkang harus dipasang di sepanjang bentang balok dengan spasi tidak melebihi d/2.
2.5       Kolom
1) Spasi maksimum sengkang ikat yang dipasang pada rentang I0 dari muka hubungan balok-kolom adalah s0. Spasi s0 tersebut tidak boleh melebihi:
a. Delapan kali diameter sengkang ikat,
b. 24 kali diameter sengkang ikat,
c. Setengah dimensi penampang terkecil komponen struktur,
d. 300 mm.
Panjang I0 tidak boleh kurang daripada nilai terbesar berikut ini:
a. Seperenam tinggi bersih kolom,
b. Dimensi terbesar penampang kolom,
c. 500 mm. 2) Sengkang ikat pertama harus dipasang pada jarak tidak lebih daripada 0,5s0
dari muka hubungan balok-kolom.
3) Tulangan hubungan balok-kolom harus memenuhi: Pada sambungan-sambungan elemen portal ke kolom harus disediakan tulangan lateral dengan luas tidak kurang daripada yang diisyaratkan dalam persamaan  :


4) Spasi sengkang ikat pada sembarang penampang kolom tidak boleh melebihi
2.s0. 
BAB III
Analisis Data
3.1       Analisis data
Analisis data untuk beban gempa statik ekivalen yaitu dengan meninjau beban-beban gempa statik ekuivelen, sehubungan dengan sifat struktur gedung beraturan yang praktis berperilaku sebagai struktur 3 dimensi, sehingga renspons dinamiknya praktis hanya ditentukan oleh respons ragamnya yang pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat  dari beban gempa statik ekuivalen. Faktor pembebanan yang digunakan yaitu :


desain tulangan dikerjakan dengan cara perhitungan manual. Adapun analisis data perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa untuk sistem stuktur portal dapat dilihat pada bagan alir berikut ini:     


3.2       Preliminari Struktur
Komponen Struktur yang terdapat pada bangunan ini meliputi balok, kolom dan plat akan direncanakan terlebih dahulu dimensi awal dari komponen struktur bangunan (Pra Perencanaan).
3.2.1                Material
Material yang digunakan dalam merencanakan dan membangun struktur bangunan ini adalah material beton bertulang. Pendefinisian material akan dilakukan pada program SAP 2000 Ver.7. Material beton bertulang yang digunakan pada struktur bangunan ini mempunyai mutu f’c 25 Mpa (beton) dan fy 400 Mpa (baja). 4.3.2 Balok dan Kolom Komponen struktur balok dan kolom dihubungkan dengan sambungan yang kaku sehingga tempat terjadinya sendi plastis adalah pada kedua ujung balok danpada ujung bawah kolom lantai dasar. Balok dan kolom dibuat dari beton bertulang. Dengan dimensi yang akan disesuaikan untuk menahan beban yang diberikan pada bangunan ini. 
3.2.2                Plat
Plat yang digunakan pada model struktur bangunan ini menggunakan plat beton bertulang. Plat beton bertulang digunakan sebagai plat untuk plat atap dan plat lantai dengan ketebalan masing-masing 120 mm. 
3.2.3Pondasi
Pemodelan pondasi dilakukan dengan menganggap bahwa pondasi memberikan kekekangan translasi dan rotasi yang cukup pada semua arah sumbu bangunan. Berdasarkan asumsi yang digunakan tersebut pondasi dimodelkan sebagai perletakan jepit pada lantai dasar bangunan, yaitu pada ujung-ujung bawah kolom lantai dasar.  
3.3.4                Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari pergerakan tanah akibat gempa itu. Beban geser nominal statik ekivalen V yang terjadi di tingkat dasar yang dihitung menurut persamaan berikut :


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.2       Kesimpulan



4.2       Saran
           Berdasarkan hasil pengerjaan tugas akhir ini, saran-saran yang dapat saya berikan untuk pengembangan lebih lanjut antara lain:
 Penggunaan analisis beban gempa statik ekivalen memberikan keterbatasan dalam desain model yang di analisis, terutama dalam hal tinggi bangunan. Untuk pengembangan studi lebih lanjut dapat digunakan analisis dinamik non linier untuk struktur bangunan yang lebih tinggi;
 Perlu untuk meninjau model struktur yang lain sehingga dapat di analisis beberapa variasi ukuran gedung baik variasi panjang bentang maupun jumlah tingkat, sehingga dapat diambil suatu hubungan antara pembebanan, bentang, dan jumlah tingkat terhadap gaya-gaya rencanadalam kaitannya dengan beban gempa;
 Untuk desain yang ekonomis, desain gedung bertingkat seperti struktur model ini harus dimulai dengan desain SRPMK atau daktilitas penuh. Namun dalam desain ini perlu untuk menerapkan push over analysis, sehingga model dan mekanisme keruntuhan jika terjadi gempa dasar dapat direncanakan, dalam hal mengurangi resiko yang besar.
 Sangat penting untuk memperhitungkan pengaruh gempa pada suatu perencanaan bangunan gedung dan mengaplikasikannya pada daerah yang rawan gempa tersebut.  


DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional (2002). SNI 03-1726-2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung. Bandung: ICS
Badan Standarisasi Nasional (2002). SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung. Bandung: ICS
Badan Standarisasi Nasional (2002). SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Bandung: ICS
Dewobroto, Wiryanto (2005). Aplikasi Rekayasa Konstruksi Dengan Visual Basic 6.0. Jakarta: Elex Media Komputindo

NB : mohon maaf menggunakan foto dikarenakan ada beberapa teks kurang rapi.mohon maklum
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar